SEJARAH PEMIKIRAN MANAJEMEN


Frederick Winslow Taylor (lahir 20 Maret 1856 – meninggal 21 Maret 1915 pada umur 59 tahun) adalah seorang insinyur mekanik asal Amerika Serikat yang terkenal atas usahanya meningkatkan efesiensi industri. Ia dikenal sebagai "bapak manajemen ilmiah" dan merupakan pemimpin intelektual dari Gerakan Efesiensi.

Peninggalan Taylor yang paling terkenal dalam ilmu manajemen adalah ide tentang penggunaan metode ilmiah dalam manajemen. Ide ini muncul ketika Taylor merasa kurang puas dengan ketidakefesienan pekerja di perusahaannya. Ketidakefesienan itu muncul karena mereka menggunakan berbagai macam teknik yang berbeda untuk pekerjaan yang sama—nyaris tak ada standar kerja di sana. Selain itu, para pekerja cenderung menganggap gampang pekerjaannya. Taylor berpendapat bahwa hasil dari para pekerja itu hanyalah sepertiga dari yang seharusnya. Taylor kemudian, selama 20 tahun, berusaha keras mengoreksi keadaan tersebut dengan menerapkan metode ilmiah untuk menemukan sebuah "teknik terbaik" dalam menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan.
 Berdasarkan pengalamannya itu, Taylor membuat sebuah pedoman yang jelas tentang cara meningkatkan efesiensi produksi. Pedoman tersebut adalah:

Kembangkanlah suatu ilmu bagi tiap-tiap unsur pekerjaan seseorang, yang akan menggantikan metode lama yang bersifat untung-untungan. Secara ilmiah, pilihlah dan kemudian latihlah, ajarilah, atau kembangkanlah pekerja tersebut.Bekerja samalah secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untu menjamin bahwa semua pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah dikembangkan tadi. Bagilah pekerjaan dan tanggung jawab secara hampir merata antara manajemen dan para pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerjaan yang lebih sesuai baginya daripada bagi para pekerja.

Pedoman ini mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu mereka, Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan pekerjaan dan melatihnya. Manajemen juga disarankan untuk mengambil alih pekerjaan yang tidak sesuai dengan pekerja, terutama bagian perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengontrolan. Hal ini berbeda dengan pemikiran sebelumnya di mana pekerjalah yang melakukan tugas tersebut. choirul seven fold.
Kritik  terhadap pemikiran  manajemen  ilmiah  yang  digagas  oleh  Frederick  Winslow Taylor   yang   menganggap manusia   sebagai   makhluk   yang   sepenuhnya   rasional   dan memperlakukannya   dalam   pekerjaan   sebagaimana   layaknya   mesin,   tidak   sepenuhnya benar.    Kritik  yang  tidak  benar  tersebut  disebabkan  oleh  pemahaman  terhadap gagasan Taylor  yang  tidak  komprehensifdan  utuh.  Gagasan  Taylor  diterima  hanya  sisi-sisi  teknis saja  seperti  stu  di gerak  dan  waktu  dan  pengupahan  diferensial.  Aspek-aspek  filosofisnya justru  diabaikan  yaitu  bahwa  hakekat  efisiensi  pekerjaan  yang  digagas  adalah  dalam rangka   mencapai   kesejahteraan   maksimum   bagi   dua   pilar   utama   dalam   organisasi perusahaan   yaitu  employer   (pemilik   perusahaan) dan  employee (pekerja). Dengan memahami filosofi pemikiran Taylor tersebut, diharapkan dapat meluruskan stigma negatif yang selama ini dilabelkan pada pemikiran perintis manajemen ilmiah tersebut.

Pokok-PokokPemikiran

Perhatian   utama   pemikiran   Taylor   adalah   bagaimana   meningkatkan   efisiensi, bukan  hanya  dengan  cara  menurunkan  biaya  yang  lebih  rendah,  tetapi juga  dengan  cara meningkatkan    pembayaran    kepada    pekerja    setinggi    mungkin    melalui    peningkatan produktivitas pekerja yang tingkat yang lebih tinggi (Weichrich andKoont z, 1993 ). Dengan cara demikian, menurut Taylor kesejahteraan bersama dapat dicapai.

Selanjutnya  Taylor  menegaskan  bahwa  kesejahteraan  maksimum  bagi  employer (pemberi  kerja) tidak  hanya  diukur  dari  besarnya  dividen,  tetapi juga  berkembangnya bisnis  pada  tingkat  maksimal.  Sementara  kesejahteraan  bagi     pekerja  (pekerja) tidak hanya dengan upah tinggi, teta pi yang lebih penting adalah pengembangan para   pekerja pada  tingkat  efisiensi  maksimum,  yaitu  suatu  kondisi  dimana    pekerja  mampu  bekerja pada    prestasi    tertinggi   (Taylor,    1967).Dengan    demikian,    kepentingan    kepentingan keduanya   bertemu   dalam   posisi   —positive   sum   game"   atau   berjalan   pararel,   bukan berlawanan.   Ini   berarti   kesejahteraan  employer   akan   langgeng   (eksis)dalam   jangka panjang  apabila  dibarengi  dengan  kesejahteraan  pekerja  yang  bekerja  pada  produktivitas tinggi.

Ilustrasi sederhana disampaikan oleh Taylor tentang kesejahteraan bersama kedua
pihak  bisa dicapai secara bersama-sama dalam pembuatan sepatu.  Seorang employer (A) dan seorang   pekerja yang terlatih secara bersama-sama membuat sepatu dan dalam satu hari   dihasilkan   2   pasang   sepatu   (efisiensi   tinggi   ). Sementara   pesaingnya   (B)hanya mampu membuat 1 (efisiensi rendah)pasang sepatu dalam satu hari. Jelas bahwa dengan 2  pasang  sepatu  yang  dihasilkan  akan  diperoleh  hasil  penjualan  2xlipat  dari  perolehan  1 pasang   sepatu.     Dengan   upah   yang   lebih   tinggi   sekalipun   dari   pesaing,     A masih memperoleh  sisa  uang  yang  lebih  besar  dibanding  dengan  pesaingnya.    Jelasnya  lihat tabel perhitungan  di bawah;

Employer
VOLUME
HARGA JUAL
TOTAL
UPAH
SELISIH
A
2
1000
2000
1000
1000
B
1
1000
1000
500
5000

Kondisi  efisiensi  maksimum  dan  kesejahteraan  maksimum  akan  terwujud apabila employer merubah pandangan (mindset)dan sikapterhadap pekerja. Pandangan bahwa seluruh hasil kerja pekerja adalah milik perusahaan semata-semata harus dirubah dengan pandangan baru bahwa seluruh hasil kerja yang dicapai perusahaan merupakan hasil para pekerja pada tingkat efisiensi maksimum dalam   pekerjaannya sehari-hari Pentingnya  perubahan  pandangan  tersebut  didasarkan  atas  pengamatan  Taylor Terhadap perilaku   pekerja yang disebut  underworking dan soldiering

Underworking  adalah  suatu  kondisi  dimana  seorang    pekerja  bekerja    di bawah form  atau    di bawah  kinerja  yang  sebetulnya  dapat  dicapai.  Dengan  kata  lain  seorang pekerja  akan  bekerja  dengan  1  /3 atau    kemampuan  yang  dari  sepatutnya  yang  dapat dilakukan dalam sehari.  Ada beberapa hal yang  dapat  menja di penyebab  unculnya situasi underworking dan soldiering. Ad conglimboo

Pertama, adanya   kesalah fahaman (fallacy), bahwa bila    pekerjaan   cepat selesai, order    pekerjaan akan dengan sendirinya habis, akibatnya    akan  melemparkan" pekerja keluar  dari    pekerjaannya.  Mayoritas    pekerja  percaya,  jika  mereka  bekerja    lebih  cepat akan mengakibatkan sebagian orang dirumahkan", setiap improvisasi untuk memperbaiki cara   bekerja   dan   pada   akhirnya   menyebabkan   sebagian   orang   dikeluarkan.   Akibat ke salah fahaman tersebut   sehingga orang bekerja pada batas minimal.

Kedua,  sistem  manajemen  yang  kurang  baik,  mengakibatkan     pekerja  bekerja dengan santai dan berusaha menjaga kepentingannya. Sistem ini melahirkan suatu situasi yang dikenal soldiering (kemalasan ), baik yang sifatnya alamiah atau natural soldiering", maupun systematic soldiering". Dari kedua jenis soldiering ini, maka systematic soldiering merupakan  hal  paling  serius  akibatnya  terhadap efisiensi  dan  produktivitas  dibanding natural  soldiering.  Coba  kita  cermati     makna  pernyataan  ilustratif di  bawah  ini  yang mencerminkan situasi  systematic soldiering

Mengapa saya harus bekerja keras ketika si pemalas mendapatkan pembayaran yang sama sebesar dengan yang saya kerjakan, sementara (dia) hanya bekerja setengah.
Dengan mencermati pernyataan  di atas,  maka systematic soldiering  akan mendorong setiap  orang    meniru    perilaku    (pemalas), karena    dengan    bekerja    setengah    yang seharusnya  dilakukan  akan  tetap mendapatkan  imbalan  yang  sama.  Tentu  saja  situasi  ini sangat berbahaya karena akan mendorong munculnya kemalasan kolektif atau kemalasan berjamaah yang akan berdampak pada produktivitas organisasi perusahaan.

Pendapat  Taylor  ini  kemudian  diadopsi  oleh  penulis-penulis  perilaku  organisasi yang  memberikan  label  pada  kondisi      di atas  dengan  istilah  social  oafing  (kemalasan sosial). Social Loafing adalah  kecenderungan individu untuK meminimalkan upaya/tenaga/energi/kemampuan  bila  bekerja  secara  kolektif dibanding  bekerja  secara individual.  Adapun  sebab-sebab  social  loafing  antara  lain  (1) Adanya  anggapan  pekerja lain  dalam  kelompok  tidak  memikul  bagiannya  secara  adil,  oleh  karena  itu  ada  upaya untuk   mengurangi   energi   yang   dikeluarkan;   (2) Dispersi   tanggung   jawab,   karena kebebasan  dalam  menghitung  kontribusi  masing-masing  personal  sulit  diukur,  akibatnya ada  dorongan  untuk  meminimalkan  energi;  (3) Indiviualistis,  social  loafing  berlaku  bagi masyarakat dengan budaya individualistis (Luthan, 1995)

Ketiga, in-efisiensi dari metode rule of thumb yaitu   metode pelaksanaan pekerjaan yang   didasarkan   atas   pengalaman   yang   diwariskan   secara   tradisional   dari   mulut   ke mulut", tidak berdasarkan filoso fi dan prinsip-prinsip umum yang dikaji secara ilmiah.

Sehubungan dengan itu,  Taylor mengajukan lima prinsip pendekatan ilmiah dalam manajemen  (Weichrich  andKoont  z, 1993  ); (1) Menggantikan  cara  kerja  rule  ofthumb dengan  cara  kerja  yang  dianalisis  secara  ilmiah;  (2) Menciptakan  situasi  yang  harmonis dalam   tindakan   bersama;   (3) Adanya   kerjasama   antara   manusia   dalam   organisasi perusahaan,   bukan   individualisme;   (4) Bekerja   pada   output   maksimum,   bukan   pada output   yang   terbatas;   (5) Mengembangkan   seluruh   pekerja   sampai   pada   tingkat kesejahteraan yang paling tinggi bagi dirinya dan perusahaan.

Sebelum Taylor menggagas manajemen ilmiah, telah ada suatu sistem manajemen yang disebutnya manajemen konvensional. Dalam manajemen konvensional, pengetahuan cara  bekerja  yang  dimiliki  para   pekerja  merupakan  warisan  nenek  moyang  sejak  zaman primitif sampai saat ini, yang berkembang secara evolutifmelalui proses survival offittest atas gagasan-gagasan yang pernah ada.
Pengetahuan   tersebut   (umumnya   dimiliki   orang   perorang) disebarkan   melalui mouth  to  mouth",   tak  pernah   dilakukan   kodifikasi,   deskripsi   maupun   analisa   secara sistematik,   sehingga   tak   ada   metode   terbaik   yang   ditemukan,   kemudian   diwariskan kepada   generasi   sesudahnya.   Oleh   karena   itu   mengapa   metode      pekerjaan   pada manajemen konvensional disebut  rule oftumb atau pengetahuan yang tradisional. Dalam manajemen  konvesional  tidak  pernah  ditemukan suatu  prinsip-prinsipumum  dan  obyektif bagaimana  bekerja  secara  efisien  dan  efektif, sehingga  setiaporang  dapat  mempelajari dan  menerapkannya  tetapi lebih  pada prinsip-prinsip subyektif pekerja.  Akibatnya  setiap pengetahuan  tentang  pekerjaan  hanya   menjadi aset  dan  dipegang  atau  dimiliki  masing- masing   pekerja tertentu Dalam manajemen konvensional, setiap pekerja   menggunakan usaha yang paling baik  dengan  seluruh  pengetahuan  seluruh  ketrampilan,  kecerdasan  dan goodwill  dalam satu    kata    inisiatif "    untuk    menghasilkan    return    paling    besar    bagi    organisasi perusahaannya.   Pada  saat  bersamaan  dalam  organisasi  perusahaan  muncul  persoalan  :
bagaimana menumbuhkan inisiatifpara pekerjanya.Karena seluruh persoalan diserahkan kepada   prinsip subyektif pekerja,   tidak   ada   standar   untuk   mengukur   secara   pasti inisiatif", kecuali standar prinsip subyektif atau perasaan pekerja itu sendiri.

Akibat  dari  kondisi  ini,  maka  imbalan  atas  inisiatifjuga  tidak  ada  standar  yang pasti.  Karenanya    imbalan  atas  inisiatifpekerja  yang  diterima  dari  perusahaan  sangat tergantung   pada   persepsi   subyektif employer (pemilik   perusahaan) yang   umumnya mengecewakan.  Akhirnya  pekerja  bekerja  selambat  mungkin  dan  pada  saat  bersamaan menumbuhkan kesan —inisiatif"   bahwa mereka telah bekerja cepat dan efisien. Karena ketergantungan kepda inisiatif pekerja dalam menciptakan pekerjaan yang lebih  baik,  jam  kerja  yang  lebih  pendek  dan  sebagainya,  pemilik  perusahaan  kemudian memberikan  imbalan  kepada  para  pekerja  yang  kemudian  disebut  insentif khusus  dari perusahaan.    Oleh    karena  itu  tipe  manajemen  konvensional  kemudian  diberikan  label sebagai manajemen inisiatif dan insentif  Dalam  waktu  yang  cukuplama,  manajemen  ini . dipandang   sebagai   tipe   terbaik   manajemen   konvensional      sampai   kemudian   Taylor mengeluarkan kritiknya.
Manajemen Ilmiah: Kritik Terhadap Manajemen Konvensional

Filosofi manajemen  inisiatifdan  insentif" meletakan  seluruh  solusi  masalah  pada Setiap individu    pekerja.    Pada  manajemen  ini,  tak  ada    waktu  dan  kesempatan  untuk mengembangkan hukum dan prinsip-prinsip umum pekerjaan secara efektif dan produktif Bahkan   jika   seorang   pekerja   menemukan   prinsip-prinsip umum   dalam   pekerjaannya, temuan tersebut disimpan sebagai —rese p" rahasia. Dengan temuan alat dan pengetahuan tersebut,   pekerja  secara  indvidual  bisa  bekerja  lebih  dari  yang  lain,   mendapatkan upah yang lebih tinggi dan daya tawar yang lebih baik terhadaporganisasi perusahaan. manajemen   ilmiah   dikembangka   hukum-hukum   dan   mengajari   secara menyeluruh    para   pekerja,   tidak   ada   pengetahuan,   prinsip  dan   temuan   yang disembunyikan.   cara   bagaiaman   bekerja   paling   cepat       dan   efisien.  Ad conglimboo

 Deskripsi   ini memberikan  gambaran  manajemen  ilmiah    menghasilkan  hasil    output  yang  berlimpah, baik  bagi  perusahaan  maupun  bagi  pekerja  dibanding  dengan   manajemen  —insentif dan inisiatif".
Perbedaan  antara  manajemen  ilmiah  dan  manajemen  konvesnional  bukan  hanya pada   hasil   yang   diperoleh   dan   superioritas   mekanisme   manajemen   ilmiah   terhadap manajemen yang lain, tetapi terlebih-lebih terletak pada karena perubahan kerangka pikir (mindset)  secara  total  atas  prinsip-prinsip bekerja  secara    produktif yang    berbeda dengan   prinsip manajemen  yang   lain.  Hal  ini  dijelaskan  lebih  lanjut  oleh  Taylor  sebagai berikut;
°   Manajemen   Ilmiah   menggunakan   ilmu   pengetahun   dalam   mengembangkan   cara pekerja bekerja    dan mengganti —judgment"   individual  pekerja
°   Pekerja  diseleksi  dan  dikembangkan  secara  ilmiah  dan   setelah  itu  setiap orang  diajar dan dilatih atau mungkin diuji coba
°   Kerjasama   intim   manajemen   dengan      pekerja,   sehingga   mereka   bersama-sama melaksanakan   pekerjaan   didasarkan   dengan   hukum-hukum   ilmiah   yang   telah dikembangkan.

Elemen utama dalam manajemen ilmiah adalah dimana tugas setiap pekerja secara penuh  direncanakan  oleh  manajemen.  Setiap orang     menerima  instruksi  tertulis  yang lengkap, uraian   rincian   tugas   yang   harus   dipenuhi,   sebagaimana   juga   alat-alat   yang digunakan   untuk   mengerjakan   pekerjaan.   Tugas-tugas   yang   harus   dipecahkan   tidak dilakukan oleh   pekerja sendiri, teta pi dengan upaya kerjasama   pekerja dan manajemen. Tugas   tidak  hanya  berisi  apa  yang  harus  dikerjakan,  tetapi bagaimana  hal  itu  dikerjakan dan waktu yang tersedia untuk mengerjakannya.

Untuk  memperkuat  argumentasinya  Taylor    menganalisis    uji-coba  Gilberth  yang mempelajari  pengurangan  gerakan"  para  bricklayer  (tukang  batu)  dari    18 gerakan menjadi 5 gerakan  per  batu.   Dengan  metode  baru  ini  setiap orang  menjadi lebih  pandai dan   menerima   peningkatan   upah   yang  signifikan   (karena   dengan   waktu   yang  sama, volume    pekerjaan meningkat hampir tiga kali lipat ). Metode uji coba bricklayer Gilberth menggambarkan suatu ilustrasi sederhana dari kerjasama yang benar dan efektif

Taylor  secara  jelas  menyatakan  bahwa  peningkatan  output  dan  keharmonisan antar     pekerja   dan   manajemen   diperoleh   karena   penggunaan   empat   elemen  esensi manajemen ilmiah
·         Pertama,  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dalam  pengaturan  yang  secara  ketat Gerak setiap orang penyempurnaan    dan    standarisasi    seluruh    kondisi    dan implementasi kerja.
·         Kedua,   penyeleksian    dan  pelatihan  para    pekerja  menja  di orang  kelas  satu  (the best)
·         Ketiga,   pekerja   kelas   satu,   dengan   ilmu   dan   ketrampilannya,   dijadikan   standar (benchamark) bagi para pekerja   lain.
·         Keempat,  pembagian  kerja  dan  tanggung  jawab  yang  seimbang  antara  pekerja  dan manajemen

Pada kasus yang  lain seperti produksi bola sepeda dikemukakan bahwa perubahan cara kerja ini telah memberikan perubahan yang signifikan.   Perubahan ini meliputi akurasi dan  kualitas  pekerjaan  yang  lebih  tinggi,  peningkatan  produktivitas  (dimana  pekerja atau   30   orang   mampu   melakukan   pekerjaan   sebelumnya   harus   dikerjakan   oleh   120 orang  ). Keuntungan  lain  dari  penerapan  manajemen  ilmiah  ini  disebutkan  antara  lain  (1) Pekerja  menerima  upah  yang  lebih  tinggi;  (2) Pekerja   bekerja  lebih  cepat  sehingga   jam kerja  mereka  menja  di lebih  pendek;  (3) Tidak  adanya  kekhawatiran  apabila  melakukan kesalahan  dalam    pekerjaan,  karena  ada  yang  membantu  dan  guru  dalam  manajemen untuk   mempelajari   kesalahan   itu;   (4)   Adanya   penurunan   biaya   material,   meskipun menimbulkan   pengeluaran   ekstra   dalam   pekerjaan   klerikal,   pengajar,   stu   di waktu, tambahan  pemeriksa  dan  pembayaran  upah  yang  lebih  tinggi;  (5)Timbulnya  hubungan yang  akrab  antara  manajemen  dan   pekerja.  Kondisi  ini  sekaligus  mengeleminasi  muncul pekerja   pengganggu   (provokator)dan   berbagai   bentuk   perlawanan   lainnya   sehingga kondisi kerja berubah menja   di favorabel (kondusif)

Dengan  demikian,  perubahan  metode  manajemen  rule  ofthumb  ke  manajemen ilmiah,   ternyata   tidak   sekedar   stu   di gerak   dan   waktu   (untuk   mengerjakan   suatu pekerjaan)dan pemodelan ulang alat-alat    pekerjaannya   dan penerapannya, tetapi juga perubahan   komprehensif sikap mental  dan   pola   pikir  (mindset) pekerja   terhadap pekerjaan dan terhadapemployer. Perubahan sikapmental dan kebiasaan pekerja dengan bekerja   sepenuh   hati   dan   bekerja   sama   dengan   orang-orang   dalam   manajemen perusahaan Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi

Pemikiran   Taylor   melalui   gagasan   manajemen   ilmiah   secara   filosofis ditujukan untuk   meningkatkan   kesejahteraan   yang   maksimum   bagi   dua   pilar   utama   organisasi perusahaan  yaitu  pemilik  dan  pekerja.  Kesejahteraan  ini  akan  dicapai  apabila  kedua  pilar tersebut  bekerja  secara  efisien.  Untuk  bekerja  secara  efisien  diperlukan  cara-cara  dan teknik bekerja yang dikaji secara ilmiah sehingga dapat ditemukan cara dan teknik bekerja kerja  yang  terstandarisasi.  Salah  satu  hasil  dari  kajian  ilmiah  yang  diterapkan  Taylor tentang  cara  dan  teknik  bekerja  yang  terkenal  adalah waktu (time and motion study)

filosofis Taylor  memang  membawa  implikasi  dan  sekaligus  rekomendasi kepada beberapa hal;
1.   Perubahan pola pikir (mindset)dan cara pandang pekerja dan pemilik perusahaan antara  yang  satu  terhadapyang  lain.  Perubahan  pola  pikir  ini,  khususnya  bagi pekerja dengan melihat perusahaan sebagai milik sendiri atau sense of belonging
2.   Perubahan mindset  akan  tumbuh  jika  pengusaha  dan  buruh  sama-sama  jujur  dan saling  terbuka  satu  sama  lain.  Keterbukaan  akan  muncul  jika  ada  komunikasi intensif dan selalu berdialog satu sama lain dalam menentukan strategi dan target perusahaan   sesuai   dengan   kemampuan   dan   potensi   pekerja   dan   perusahaan. Dengan  demikian  pekerja  akan  merasa  terlibat  dan  dilibatkan  dalam  penentuan kebijakan perusahaan dan menumbuhkan tanggung jawab moral
3.   Perlunya   keterbukaan   (transparansi) pemilik   perusahaan,   terutama   berkaitan dengan  pembagiandan  distribusi  hasil  efisiensi  pekerjaan  yang  harus  diberikan kepada  pekerja.  Harus  diiingat  bahwa  dengan  efisiensi  pekerjaan     perusahaan menjadi meningkat  profitnya  serta  lebih  mampu  bersiang.  Dan  itu  berasal  dari konstribusi   produktivitas pekerja. Transparansi    pemilik    perusahaan    harus    diimbangi    dengan    kesadaran    dan kerjasama   dari   pekerja   untuk   bekerja   pada   tingkat   produktivitas   dan   efisiensi maksimum,  dan  tidak  melalukan  tindakan individual soldiering  maupun systematic soldiering.
4. Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka akan terja di reposisi relasi antara pemilik perusahaan  dan  pekerja  dari  posisi  antagonis  (saling  berhadapan) ke  posisi  saling bekerja sama.
5. Dengan   reposisi   relasi   antara   pemilik   perusahaan   dan   pekerja,   maka   konflik hubungan   industrial   akan   dapat   ditekan   pada   tingkat   yang   minimal   serta terciptanya  efisiensi.  Dan  itu  artinya  akan  menja  di daya  tarik  investor  atau  mitra bisnis masuk ke Indonesia Jika  itu  semua  terwujuddalam  perusahaan,  niscaya  suasana  dan  kondisi  dalam organisasi  perusahaan  akan  tercipta  dengan  harmonis,  konflik  hubungan  industrial  dapat ditekan,  yang  pada  akhirnya  akan  membawa  berkah  kepada  kebangkitan  perekonomian Indonesia khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
 

By conglimboo